Tuesday, August 28, 2007

MENGEJAR KETERTINGGALAN TEKNOLOGI INFORMASI

Oleh
Muhamad Jafar Elly
Praktisi Teknologi Informasi

Saat melakukan lawatan kenegaraan ke negeri Paman Sam akhir Mei 2005 lalu, Presiden Susilo Bambang Yuhdoyono meluangkan waktunya berkunjung ke dapur microsoft, sebuah perusahaan perangkat lunak terbesar di dunia. Ada apa gerangan sehingga Presiden merasa perlu bertemu dengan Bill Gates, si bos microsoft yang sangat kesohor itu? Semua orang tahu siapa Bill Gates itu, sang pengusaha perangkat lunak komputer kelas kakap yang kini menempati urutan pertama sebagai orang terkaya di dunia. Kekayaannya saat ini diperkirakan mencapai $52.8 miliyar. Bill Gates juga ikut menyumbangkan sebagian keuntungannya untuk meringankan beban penderitaan rakyat Aceh yang ditimpa bencana alam gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Tentunya kedatangan presiden tidak hanya sekedar mengucapkan terima kasih atas bantuan tersebut. Lebih dari itu, presiden ingin melihat dari dekat bagaimana sesungguhnya perusahaan microsoft tersebut berkembang dan mengajak kerja sama membangun pusat riset teknologi informasi di Indonesia. Tampaknya pemerintah semakin menyadari bahwa teknologi informasi saat ini telah memainkan peran yang sangat penting di semua lini kehidupan. Di level penyeleggaraan negara atau pemerintahan misalnya, teknologi informasi memiliki peran strategis dalam melakukan hubungan nasional maupun internasional. Oleh karena itu, tak satu pun negara di dunia saat ini yang tak tersentuh teknologi informasi. Lompatan perkembangan teknologi informasi ini memang luar biasa. Hanya dalam tempo kurang dari dua dasa warsa, dunia seakan dibuat kecil karena manusia dapat berkomunikasi dengan mudahnya tanpa batasan ruang, waktu dan tempat. Khusus dalam pengembangan perangkat lunaknya, microsoft tetap menunjukkan kelasnya. Terbukti hampir semua negara di dunia menggunakan produk-produk microsoft. Sebagai negara berkembang, Indonesia tak luput dari serbuan produk-produk microsoft tersebut. Wajar saja jika produk microsoft ini dikenal luas oleh masyarakat Indoneisa.

Dalam hal penguasaan teknologi informasi, Indonesia tergolong ketinggalan bila dibandingkan dengan sejumlah negara di Asia, seperti Jepang, Cina, India dan Singapura. India bahkan disebut-sebut sebagai negara di Asia yang cepat melejit dan bersaing di pasar global dalam industri perangkat lunak. Kemampuan software house India memang cukup hebat. Standarisasi sudah dipegang. Bahkan kalau dihitung, setengah dari perusahaan software yang memiliki standar CMM (Capability Maturity Model, (suatu standar dalam pengembangan software) level 4 dan 5 (tertinggi) ada di India. Ini menunjukkan kemampuan software house di India. Tren industri software India pun mendukung hal ini. Mulai dari industri software yang bernilai 243 juta dolar di tahun 1990 (total ekspor dan domestik), sampai ke 5 milyar dolar di tahun 2000. Suatu perkembangan yang eksponensial. Bahkan diramalkan tahun 2005 ini industri software India akan mencapai US$ 40 milyar untuk total ekspor dan domestik (Sumber: MWEB Indonesia).

Bagaimana dengan Indonesia? Sumber daya manusia cukup tersedia tapi penguasaan teknologi informasi masih sangat kurang baik untuk perangkat keras maupun perangkat lunak. Bangsa Indonesia sementara ini hanya bisa menonjolkan dirinya sebagai konsumen (pengguna) bukan sebagai produsen teknologi informasi. Ironisnya lagi, Indonesia digolongkan sebagai negara yang banyak menggunakan perangkat lunak illegal. Begitu maraknya hingga Indonesia dimasukkan ke dalam daftar hitam sebagai negara yang perlu mendapat pengawasan khusus (priority watch list) oleh perwakilan dagang Amerika Serikat (USTR/United State Trade Representatif). Mengapa hal ini bisa terjadi ? Jawabannya boleh jadi salah satunya karena bangsa ini kurang berinovasi dan mengeksplorasi potensi serta kemampuan diri anak bangsa dalam bidang TI hingga akhirnya terperangkap dalam permainan bisnis produk luar (dibaca: microsoft) yang pada gilirannya membuat bangsa ini selalu bergantung pada bangsa asing. Padahal negeri ini punya banyak anak cerdas yang mampu mengukir prestasi tingkat dunia dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan eksakta seperti kimia, fisika, biologi, matematika hingga teknologi informatika.

Pemerintah dan rakyat tentu tidak ingin bangsa ini tertinggal terus dalam bidang TI. Kuncinya adalah pendidikan yang murah dan berkualitas. Kualitas di sini sudah mencakup tenaga pendidik dan fasilitas yang memadai untuk kebutuhan riset dan sebagainya. Selama pendidikan itu mahal, maka rakyat kebanyakan akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan dirinya dalam berbagai bidang pengetahuan khususnya bidang TI. Ini adalah tantangan pemerintah untuk mengejar ketertinggalan bangsa ini dalam bidang TI dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Langkah yang ditempuh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan menjalin kerjasama dalam industri perangkat lunak microsoft milik Bill Gates ini merupakan suatu terobosan yang bagus. Ini menjadi langkah awal yang baik untuk menuju kemandirian bangsa dalam bidang TI. Jika ini terlaksana, maka bukan tidak mungkin bangsa ini akan menjadi bangsa yang tangguh dalam bidang TI. Yang terpenting adalah bahwa rakyat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengadopsi pengetahuan TI dari Mircrosoft hingga mereka mampu merancang dan mengembangkan sendiri sistem operasi komputer termasuk aplikasi-aplikasi lainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern. Dengan demikian ketergantungan terhadap produk-produk perangkat lunak asing lambat laun akan berkurang dan beralih ke penggunaan perangkat lunak produk dalam negeri. Mungkin saja ini termasuk mimpi yang muluk-muluk. Tetapi siapa tahu kehadiran Pusat Riset Teknologi Informasi Indonesia hasil kerja sama dengan Microsoft ini kelak bisa membuka jalan bagi tewujudnya kemandirian bangsa sekaligus mengejar ketertinggalan Indonesia dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi. Semoga.!

No comments: